Rabu, 11 April 2024 - 09:44:29 WIB Mengkritisi Butir "Kesepahaman" Setgab Koalisi Yang Aneh! Diposting oleh : Administrator
Kategori: politik
- Dibaca: 49 kali
Kita seringkali dicekoki oleh beberapa tokoh Partai Demokrat dengan
beberapa butir Kesepakatan Setgab atau nota kesepahaman didalam koalisi.
Dan seringkali kita tidak mengetahui apa saja butir-butir dalam poin
penting tersebut, dan seberapa banyak Partai Demokrat melakukan
pelanggaran pada Kesepakatan yang dibuat di Setgab. Untuk lebih lanjut,
mari kita mengkritisi kesepakatan dalam nota kesepahaman dari Setgab
yang aneh dan lucu karena seringkali yang melanggar seperti Partai
Demokrat malah tidak ada tindakan apapun dari Setgab.
Dari
Kesepakatan Setgab tersebut ini jelas mengindikasikan bahwa memang
Setgab tidak pro terhadap rakyat tetapi mesti harus pro terhadap partai
pemerintahan yang saat ini dikuasai oleh Partai Demokrat. Dan sayangnya
lagi, beberapa parati masih saja jadi “buruh” politik dari Partai
Demokrat yang bisa menggiring opini dan kebijakan seenaknya tanpa
memikirkan rakyat kecil, dan akhirnya diamini oleh PAN, PKB, PPP dan
Golkar.
Berikut butir-butir kesepakatannya:
1.
Setiap anggota koalisi wajib memiliki dan menjalankan semangat
kebersamaan dalam sikap dan komunikasi politik, yang sungguh-sungguh
mencerminkan kehendak yang tulus untuk berkoalisi. Anggota koalisi
sepakat untuk tidak mengeluarkan pernyataan dan tindakan maupun
komunikasi politik yang senantiasa menyerang dan mendiskreditkan satu
sama lain, sehingga semangat kebersamaan dan soliditas koalisi
senantiasa dapat diimplementasikan bersama-sama.
Kritik:
Point
satu, mengingatkan kita bahwa seringkali tokoh-tokoh Partai Demokrat
menyudutkan PKS sebelum ada keputusan apapun mengenai PKS dari Setgab
Koalisi. Tokoh Partai Demokrat juga sering membuat komentar
kontroversial untuk menyuruh PKS agar keluar dari koalisi, padahal dalam
butir disitu jelas bahwa point “Anggota koalisi sepakat untuk
tidak mengeluarkan pernyataan dan tindakan maupun komunikasi politik
yang senantiasa menyerang dan mendiskreditkan satu sama lain….”
Seringkali Partai Demokrat melanggar Kesepakatan dari nota kesepahaman
ini tetapi tidak ada tindakan apapun. Siapa sekarang yang melanggar?
Tentu Partai Demokrat yang sering melanggar pada point ini. Bahkan Ketua
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Marwan Jafar sendiri menilai memang
terdapat keanehan dalam setiap rapat Setgab, yaitu keanehan karena
Setgab sebenarnya tidak mencerminkan semangat koalisi, dan anggotanya
tidak kompak.
"Semangat teman-teman di koalisi, tampaknya
juga sudah berbeda kok. Gimana nggak beda, kami diskusi mencari titik
temu terkait permasalahan, atau isu nasional, tapi hasilnya, jauh dari
harapan. Nggak kompak. Padahal diskusinya sampai berjam-jam dan
dilakukan sampai tengah malam, Misalnya, rapat membahas soal RUU Pemilu.
Sampai seluruh anggota koalisi diminta membuat pernyataan secara
tertulis. Tapi, tak juga ada kata sepakat. Ngga ada hasil kongkrit, cuma
sebatas kongkow-kongkow," Marwan Jafar.
2.
Keputusan-keputusan yang ditetapkan oleh Presiden, (yang dalam hal ini
dibantu oleh Wakil Presiden) menyangkut kebijakan-kebijakan politik yang
strategis dan posisi-posisi politik yang penting, setelah
mempertimbangkan pandangan dan rekomendasi pimpinan partai koalisis pada
rapat yang dipimpin oleh Ketua Setgab, wajib didukung dan
diimplementasikan baik di pemerintahan maupun melalui fraksi-fraksi di
DPR. Menteri-menteri dari parpol koalisi adalah merupakan perwakilan
resmi parpol koalisi, karena itu wajib menjelaskan dan mensosialisasikan
segala kebijakan maupun keputusan yang telah ditetapkan oleh Presiden
kepada partainya.
Kritikan:
Berkali-kali
Partai Demokrat dengan Presiden jarang mengadakan rapat bersama Setgab
dengan pemimpin partai-partai koalisi, tetapi mereka langsung memutuskan
sesuatu dan mewajibkan setiap anggota Setgab siap dengan keputusan
tersebut, ini jelas point “…Setelah mempertimbangkan pandangan dan rekomendasi pimpinan partai koalisis pada rapat yang dipimpin oleh Ketua Setgab….”
telah dilanggar oleh Partai Demokrat beserta juga Presiden SBY sendiri,
sebagaimana pengakuan anggota Setgab yang lainnya bahwa hampir jarang
sekali ada rapat di Setgab untuk membahas sesuatu, Bahkan SBY dan Ical
(Aburizal Bakrie) selaku ketua dan wakil ketua saja jarang ikut dalam
rapat Setgab. Dengan begitu, terlihat jelas bahwa Partai Demokrat
sebenarnya ingin menjadi pemain tunggal dalam Setgab, partai ini
sebenarnya tidak ingin berkoalisi tetapi ingin menjadikan partai lainnya
sebagai “buruh” Setgab saja, yang bisa disuruh-suruh seenak Partai
Demokrat. Poin ini jelas telah dilanggar oleh Partai Demokrat.
3.
Dalam hal mekanisme kerja antara pemerintah dan DPR sesuai dengan
fungsi-fungsi anggaran, legislasi, dan pengawasan, parpol koalisi
sepakat untuk tetap memberi ruang pembahasan sebagaimana mekanisme kerja
yang selama ini berlangsung antara pemerintah dan DPR, melalui
forum-forum rapat kerja, rapat dengar pendapat, rapat konsultasi, dan
lain-lain.
Kritikan:
Dari point ketiga
ini menjelaskan secara gamblang bahwa ternyata Partai Demokrat dengan
Setgab telah bertindak tidak profesional. Dinyatakan dengan jelas bahwa
“…parpol koalisi sepakat untuk tetap memberi ruang pembahasan sebagaimana mekanisme kerja…”
Hal ini bukankah sudah jelas, apa yang dilakukan oleh PKS sebagai mitra
koalisinya dalam menjalankan proses legislasi dan pengawasan mengenai
kenaikan harga BBM yang bisa memberatkan rakyat yang semestinya sudah
jelas bahwa Setgab telah “Memberi ruang pembahasan”
tersendiri antara Setgab dan Parlemen. Jika Partai Demokrat menganggap
PKS melanggar nota kesepahaman antara Setgab Koalisi, maka yang
sebenarnya melanggar dan tidak profesional itu adalah Partai Demokrat
karena tidak mampu menempatkan posisi dimana Setgab dan dimana Parlemen
dan dengan tegas dalam poin 3 tersebut sudah dijelaskan bahwa Parlemen
diberikan ruang dalam pemabahasan. Jadi tentu hal ini mesti
proporsional, dimana parlemen dan dimana Setgab Koalisi. Jadi,
sebenarnya yang tidak profesional adalah Partai Demokrat sendiri dengan
tokoh-tokoh jadul yang lebay-lebay itu.
4. Untuk lebih meningkatkan efektivitas dan komunikasi parpol koalisi, terutama dalam menentukan
kebijakan-kebijakan politik yang
strategis dan posisi-posisi politik yang penting, Presiden melakukan
pertemuan dengan pimpinan parpol koalisi minimal satu kali dalam tiga
bulan atau pada waktu-waktu yang ditentukan, yang pelaksanaannya diatur
oleh Setgab.
Kritikan:
Dalam point 2
sudah dijelaskan bahwa jarang sekali Setgab melakukan rapat, bahkan
rapat mengenai kenaikan BBM juga saat itu belum dibahas dalam Setgab.
Lalu dengan seenaknya Partai Demokrat dan Presiden SBY menyuruh seluruh
partai koalisi yang tergabung dalam Setgab untuk menyetujui usulan yang
akan membuat rakyat menderita. Semestinya, partai koalisi yang istiqomah
atau konsisten dalam membela rakyat tidak mengikuti kebijakan menaikkan
harga BBM. Rapat Setgab-nya saja belum ada, kemudian seluruh partai
koalisi disuruh untuk mengikuti kebijakan Partai Demokrat dan Presiden
SBY, apa pemimpin partai koalisi ingin jadi buruh politiknya Partai
Demokrat dan Presiden SBY? Na’udzubillah!
5.
Bilamana terjadi ketidaksepakatan terhadap posisi bersama koalisi,
terlebih menyangkut isu yang vital dan strategis, seperti yang tercantum
dalam butir 2 tersebut di atas yang justru dituntut kebersamaan dalam
koalisi, semaksimal mungkin tetap dilakukan komunikasi politik untuk
menemukan solusi yang terbaik.
Apabila pada akhirnya tidak
ditemukan solusi yang disepakati bersama, maka parpol peserta koalisi
yang bersangkutan dapat mengundurkan diri dari koalisi. Manakala parpol
yang bersangkutan tidak mengundurkan diri pada hakikatnya kebersamaannya
dalam koalisi parpol telah berakhir. Selanjutnya Presiden mengambil
keputusan dan tindakan menyangkut keberadaan parpol dalam koalisi dan
perwakilan partai yang berada dalam kabinet.
Kritik:
Poin
5 ini menjelaskan bahwa memang setiap kebijakan belum tentu semua
partai koalisi akan sepaham, maka dituntut untuk menemukan solusi yang
terbaik. Kalimat “…dilakukan komunikasi politik untuk menemukan solusi yang terbaik.” adalah kalimat yang tidak menjelaskan secara spesifik bahwa menurut siapakah kalimat “menemukan solusi yang terbaik”,
ini menurut Setgab atau menurut partai koalisi masing-masing. Dengan
berlandaskan poin 5 ini, tentu setiap partai boleh berpandangan berbeda
dengan Setgab termasuk juga berbeda dengan keputusan mengenai
ketidaksetujuan kenaikan BBM. Ini tentu sah-sah saja, atas poin-poin
perjanjian yang tak jelas tersebut.
Lalu apakah ada sanksi bagi Partai Demokrat dan Presiden SBY yang selalu membuat keputusan tanpa melalui rapat Setgab?
Jika
dalam paragraft kedua pada poin 5 ini para tokoh Partai Demokrat
memberikan sebuah kesimpulan bahwa PKS telah melanggar nota kesepahaman
dalam Setgab, ini tentu salah besar! Karena dari point 1-4 yang sering
melanggar adalah Partai Demokrat sendiri. “Manakala parpol yang bersangkutan tidak mengundurkan diri pada hakikatnya kebersamaannya dalam koalisi parpol telah berakhir”
ini bukanlah akhir dari koalisi, karena ini hanya sebatas makna de
facto sedangkan perjanjian ini dibuat adalah dengan cara legalitas
yuridis, tentu sangat lucu jika para ahli hukum dari Partai Demokrat
tidak mengerti kalimat de facto dari kata tersebut. Dalam poin “Selanjutnya Presiden mengambil keputusan dan tindakan menyangkut keberadaan Parpol dalam koalisi…”
Ini mestinya sebagai Presiden, SBY mesti tegas kepada setiap parpol.
Jangankan kepada Parpol lain, SBY sendiri selaku Ketua Dewan Pembina
Partai Demokrat saja tidak mampu mengendalikan anak buahnya yang
seringkali berkomentar arogan dan provokatif. Saling serang antara tokoh
demokrat dan tokoh demokrat yang lain juga terjadi. Padahal diharapkan
dari pangkat Jenderalnya, SBY mampu bersikap tegas. Tetapi, lagi-lagi
Pak Presiden hanya sering merasa “Galau” lalu Curhat sama rakyat… (Kita
nantikan edisi curhat Presiden SBY tentang galaunya memikirkan PKS…)
6.
Dalam hal Presiden melakukan reshuffle kabinet, sesuai dengan urgensi
dan prerogatifnya, Presiden dapat melakukan pergantian personil,
perubahan portofolio, dan bahkan apabila sangat diperlukan melakukan
pengurangan/penambahan jumlah menteri parpol dalam kabinet. Apabila
Presiden mengambil keputusan demikian, di samping merupakan hak
prerogatifnya, juga berdasarkan pertimbangan:
a. Evaluasi Kinerja Kabinet Indonesia Bersatu II yang didasarkan pada Kontrak Kinerja dan Pakta Integritas.
b. Efektivitas dan soliditas koalisi KIB II
c. Masukan parpol koalisi atas permintaan Presiden sebelum keputusan Presiden diambil
d. Dokumen-dokumen kesepakatan sebelumnya
Kritikan:
Bila
para partai koalisi yang tergabung dalam Setgab dan beberapa para
pengamat politik mengenai PKS akan didepak dari koalisi dan akan juga
didepak para menteri dari Setgab, hal ini malah akan semakin membuat
geli rakyat Indonesia. Memang hak prerogatif presiden dalam mengangkat
dan menggantikana kabinet dari sejumlah menteri. Tetapi jika alasannya
karena PKS melanggar aturan Setgab dan berakhir dikeluarkannya menteri
PKS tentu yang harus jadi poin penting bahwa pengangkatan menteri itu
tidak ada sangkut-pautnya dari keputusan Setgab. Dalam poin 6c hanya
disebutkan “ c. Masukan parpol koalisi atas permintaan Presiden sebelum keputusan Presiden diambil”.
Sebelum poin 5 dalam kalimat “Selanjutnya Presiden mengambil keputusan
dan tindakan menyangkut keberadaan Parpol dalam koalisi…” ini
dilaksanakan maka PKS tetap menjadi partai koalisi di Setgab. Kata
“Selanjutnya” adalah tindakan terakhir sebuah keputusan jika partai
koalisi tidak mengundurkan diri dari Setgab.
Sekali lagi kita tekankan walaupun kalimat ini berbunyi “Manakala parpol yang bersangkutan tidak mengundurkan diri pada hakikatnya kebersamaannya dalam koalisi parpol telah berakhir” ini adalah makna de facto yang tentu bukan keputusan yuridis sesuai dengan perjanjian kontrak koalisi ini dibuat. Kata “Selanjutnya” adalah kata penekanan mengenai tindaklanjut yuridis
dari presiden untuk menentukan partai tersebut masih dalam koalisi atau
sudah dikeluarkan dari koalisi. Nah ini hanya presiden yang boleh
menyampaikan, karena ia yang meminta PKS bergabung dalam koalisi.
Seharusnya Presiden SBY jangan sampai jadi laki-laki pengecut, “mau
enaknya saat kawin, ketika cerai cuman pake sms”
7.
Guna menjamin terwujudnya koordinasi dan sinergi di antara parpol
koalisi, telah dibentuk Setgab Koalisi. Setgab ini diketuai Presiden,
dibantu oleh satu wakil ketua. Pelaksanaan rapat-rapat koordinasi diatur
oleh Sekretaris Setgab, yang dipimpin oleh pimpinan rapat dalam hal ini
para ketua umum parpol koalisi secara bergantian, minimal 1 bulan
sekali.
Kritik:
Poin 7 ini tentu sudah
menjadi poin yang sudah dilanggar oleh beberapa partai. Karena 1 bulan
sekali belum tentu ada rapat di Setgab. Dan para pemimpin partai juga
sangat jarang sekali menghadiri rapat di Setgab.
8.
Pada prinsipnya semua anggota parpol koalisi bertekad untuk terus
bersama-sama dalam koalisi, guna membangun dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat sehingga sinergi parpol koalisi dalam menyukseskan
pemerintahan SBY-Boediono 2009-2014 dapat benar-benar diimplementasikan.
Kesepakatan ini merupakan penyempurnaan tentang Tata Etika Pemerintahan
RI 2009-2014 yang ditandatangani pada 15 Oktober 2009.
Kritik:
Mari
kita belajar Etika kepada Ruhut Sitompul atau Sutan Batugana, tokoh
ahli etika di Partai Demokrat… hehehehe (Ahli Etikanya aja seperti itu,
apalagi yang paling ahli etika diatas Partai Demokrat?)
Partai Gerakan Indonesia Raya, atau Partai Gerindra, adalah sebuah partai politik di Indonesia yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir Suhardi M.Sc. Partai Gerindra berdiri pada tanggal 6 Februari 2008.
Pendirian Partai HANURA dirintis oleh Wiranto bersama tokoh-tokoh
nasional yang menggelar pertemuan di Jakarta pada tanggal 13-14 November
2006.
Partai Amanat Nasional (PAN) adalah sebuah partai politik di Indonesia.
Asas partai ini adalah "Akhlak Politik Berlandaskan Agama yang Membawa
Rahmat bagi Sekalian Alam" . PAN didirikan pada
tanggal 23 Agustus 1998
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sebelumnya bernama Partai Keadilan (PK), adalah sebuah partai politik berbasis Islam di Indonesia. PKS didirikan di Jakarta pada 20 April 2002.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) adalah sebuah partai politik di Indonesia. Lahirnya PDI-P dapat dikaitkan dengan peristiwa 27 Juli 1996
Partai Golongan Karya (Partai Golkar), sebelumnya bernama Golongan Karya (Golkar) dan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar), adalah sebuah partai politik di Indonesia.
Partai Demokrat adalah sebuah partai politik Indonesia. Partai ini didirikan pada 9 September 2024 dan disahkan pada 27 Agustus 2003.
Sri Mulyani Indrawati (lahir di Bandar Lampung, Lampung, 26 Agustus 1962) adalah wanita sekaligus orang Indonesia pertama yang menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia. Jabatan ini diembannya mulai 1 Juni 2010. Sebelumnya, dia menjabat Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Bersatu.