Search
Tuesday 15 December 2023
  • :
  • :

Uji Publik Memang Ranahnya Parpol

Ilustrasi Pilkada

Para pakar sependapat dengan ide dari DPR untuk mengeluarkan uji publik dalam tahapan di pemilihan kepala daerah. Uji publik lebih layak masuk dalam ranah kewenangan parpol, dibanding harus digelar di bawah Komisi Pemilihan Umum yang belum jelas penyelenggaraannya.

Ahli hukum tata negara Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf, dihubungi dari Jakarta, Minggu (15/2), mengatakan, sudah tepat jika uji publik tak lagi ada di tahapan pilkada. “Uji publik adalah suatu proses rekruitmen awal untuk seorang kepala daerah, saya sangat menghargai parpol yang memiliki sistem rekrutmen di internal mereka,” katanya.

Alasan pertama, parpol sudah biasa menggelar pendidikan politik, penyusunan proram, sosialisasi calon. Ketika kewenangan itu masuk dalam KPU, padahal bisa jadi KPU tak mendalami sistem yang berlaku di parpol, maka bisa jadi membingungkan bagi parpol dan juga KPU sendiri.

“Karena parpol sendiri sudah memiliki sistem rekrutmen untuk melahirkan calon berkualitas. Jangan diintervensi dengan membuat sistem di luar parpol,” kata Asep. Uji publik sudah menjadi bagian dari proses kaderisasi.

“UU Parpol juga sudah disebutkan kewajiban mereka adalah kaderisasi, pembuatan program, pelatihan kepemimpinan, dan masih banyak lagi. Jadi serahkan saja pada partai, KPU hanya menerima dari parpol, bukan diproses lagi oleh KPU. KPU tak punya kewenangan menguji seorang calon kepala daerah,” papar Asep.

Alasan kedua, di UU Pilkada disebutkan uji publik ini tak menggugurkan bakal calon jadi ini pasal yang tidak jelas juga. Sehingga sudah sewajarnya jika uji publik diserahkan ke partai.

“Silakan lakukan dengan selektif dan kompetitif di internal parpol. KPU inginnya menerima calon yang sudah disepakati dan sudah diseleksi secara demokratis di internal papol dengan mempertimbangkan partisipasi masyarakat,” kata Asep.

KPU sempat menggelar pertemuan tertutup dengan sejumlah pakar hukum beberapa waktu lalu. Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Saldi Isra juga sependapat dengan Asep.

Menurut Saldi, seharusnya uji publik tak menjadi tahapan dalam pilkada dan lebih cocok jika menjadi urusan internal parpol. Jika uji publik dibentuk oleh institusi di luar parpol, ada asumsi parpol dianggap tidak bertanggung jawab dalam mengusulkan orang. “Mestinya parpol didorong melakukan uji publik sendiri,” kata Saldi.

Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, mengatakan, tak masalah apakah uji publik diserahkan kepada KPU atau dikembalikan kepada parpol. “Itu terserah pembuat UU saja, kami di KPU hanya sebagai pelaksana,” kata Ferry.

Komisioner KPU, Hadar N Gumay, mengatakan, dalam usulan KPU, uji publik masih dipertahankan hanya saja diperpendek penyelenggaraannya. “Namun, jika uji publik dihilangkan sama, hilang dari semua tahapan dikembalikan ke parpol, lalu bagaimana dengan calon perseorangan? Siapa nanti yang mengatur,” katanya.

Dalam sebuah diskusi, peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Inndonesia, Syamsuddin Haris, dengan tegas mengatakan tak setuju jika uji publik dikembalikan ke parpol. “Jika dikembalikan ke parpol, itu namanya bukan uji publik. Uji publik mesti dilakukan secara publik, melibatkan KPU meskipun secara tidak langsung,” kata Syamsuddin.

Syamsuddin mengingatkan, tujuan utama uji publik bukanlah untuk mendapatkan sertifikat. Tapi bagaimana membuat sistem agar orang-orang yang bisa menjadi calon kandidat adalah mereka yang punya kemampuan. “Bukan sekadar didominasi oleh orang yang populer dan kaya,” kata Syamsuddin. (admin).




Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *