SURABAYA - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini akhirnya buka suara terkait polemik pencalonan dirinya dalam Pilwali 2015. ...
» selengkapnya
Kategori: pilpres
Jakarta - Ada anggapan, Joko Widodo (Jokowi) menjadi terkenal sebagai sosok yang pantas menjadi Presiden RI, karena dukungan sebagian besar media. Jokowi sudah menjadi "media darling", figur yang selalu diberitakan sisi positifnya saja. Tapi ada juga yang meragukan sekaligus curiga. Ada kekuatan tertentu yang merekayasa media.
Apapun anggapan dan penilaian terhadap Jokowi, satu hal yang pasti, melambungnya nama kader PDI Perjuangan itu ke panggung nasional bahkan internasional, merupakan sebuah fenomena baru. Seorang yang hanya dikenal di sebuah kota madya, tiba-tiba mendunia dalam waktu yang relatif singkat.
Terbukti penyelenggara Forum Ekonomi Davos, di Swiss sejak September 2013 sudah mengundang Jokowi untuk hadir di pertemuan tahunan yang digelar pekan lalu. Padahal, rata-rata tokoh masyarakat yang diundang Forum Davos, hanya mereka yang sudah berkiprah bertahun-tahun di bidangnya.
Hanya saja karena Jokowi merasa dirinya "terlalu kecil" tampil di forum besar itu, Jokowi menampik undangan penyelenggara. Selain perhatian dari Swiss, seorang Menteri Inggeris anggota pemerintahan Perdana Menteri David Cameron, merasa perlu menyambangi Jokowi di Balai Kota, Jl.Medan Merdeka Selatan, Jakarta.
Namun yang paling menarik dari popularitas dan tuduhan rekayasa media Jokowi adalah munculnya gerakan Projo (Pro Jokowi) di internal tubuh PDIP. Lha untuk apa ada gerakan Pro Jokowi dari internal? Bukankah Jokowi kader PDIP? Apakah ada yang menentang Jokowi? Atau apakah perpecahan sedang melanda partai nasionalis itu?
Nah disinilah sebetulnya letak akar permasalahannya. Rupanya, diam-diam, di internal PDIP ada yang tidak setuju dengan pencapresan Jokowi. Dan yang dituding sebagai biang keladinya adalah Megawati Soekarnoputri, yang tidak lain merupakan orang nomor satu di PDIP. Mengapa Ketua Umum DPP PDIP itu dituding menolak pencapresan Jokowi? Padahal secara eksplisit, Megawati tidak atau belum menegaskannya.
Tidak lain karena Megawati menolak desakan para pendukung Jokowi agar PDIP mempercepat pencalonan mantan Wali Kota Surakarta itu. Mereka meminta agar pengumuman pencapresan Jokowi dilakukan sebelum Pemilu Legislatif 9 April 2014.
Alasan mereka, dengan pengumuman pencapresan Jokowi lebih awal, rakyat pemilih pada umumnya akan memberikan suara kepada PDIP. Rakyat terbantu, diberi panduan siapa capres yang diusung PDIP.
Jika itu terjadi, tingkat elektabilitas PDIP diperhitungkan bisa melebihi batas minimum Presidential Threshold 20%. Dengan perhitungan, naiknya tingkat elektabilitas itu membuka peluang PDIP bisa mencalonkan langsung, tanpa harus berkoalisi.
Akan tetapi Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soerkarnoputri punya sikap lain. Megawati memutuskan capres PDIP masih harus menunggu hasil perolehan suara di Pemilu Legislatif April 2014. Walaupun alasan Mega cukup kuat dan masuk akal, tapi tak urung alasan itu diterima dengan rasa penuh curiga oleh para pendukung Jokowi.
Yakni mereka menilai, diam-diam Megawati masih menyimpan ambisi untuk ikut serta sebagai capres dalam Pemilu 2014. Kecurigaan itu muncul melalui penilaian atas bahasa tubuh Megawati yang "tidak rileks", manakala berbicara tentang penetapan Jokowi sebagai capres.
Munculnya gerakan Pro Jokowi tersebut, dipicu oleh perubahan sikap Megawati. Dari tadinya mendukung, kemudian ragu dan terakhir bakal mengkandangkan Jokowi. Selanjutnya Megawati sendiri yang akan maju sebagai capres, sebagaimana diindikasikan Sekjen DPP Tjaho Kumolo.
Para pendukung "Jokowi for 2014", juga kuatir dengan pengaruh sejumlah pesaing yang belakangan ini berusaha menjadi sahabat dan pendukung Megawati untuk Pemilu 2014. Mereka khawatir kalau Ibu Mega terjebak dengan sanjungan-sanjungan atas dirinya, sehingga akhirnya ia tergoda maju sendiri. Dan inilah yang ditunggu para pesaing.
Gerakan ini termasuk fenomenal juga. Karena gerakan ini dilakukan kader-kader PDIP. Mereka sudah membentuk Sekretariat Nasional, di Jl Dharmawangsa 35, Jakarta. Entah secara kebetulan atau tidak, tapi Seknas Projo ini tidak begitu jauh dari rumah kediaman pribadi Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden 2004-2009 dan Ketua Umum DPP Golkar.
Jusuf Kalla selama ini dikenal sebagai tokoh non-PDIP yang disebut-sebut sedang ikut "membesarkan" Jokowi, kendati partai lain berusaha mencapreskan JK.
Lantas ke mana kira-kira arah dari gerakan Projo? Apakah pada akhirnya mengerucut ke Megawati kembali atau tetap dengan sikap keras. Jokowi untuk 2014, sekarang atau tidak sama sekali?
Sulit menduga ke mana arahnya. Yang jelas munculnya gerakan Projo merupakan sebuah dilema bagi Megawati dan PDIP. Sebab alasan untuk tidak mencapreskan Jokowi, juga punya alasan kuat. Tapi kalau Megawati sendiri yang akan maju, juga sangat berisiko. Tidak ada jaminan, dukungan kepada Jokowi melalui PDIP, akan beralih otomatis ke calon lain termasuk Megawati, asalkan masih kader PDIP.
Juga ada benarnya, jika Megawati diingatkan untuk berhati-hati merespond dukungan partai lain seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Karena sekalipun PKS menyampaikannya tertulis, diperkuat dengan meterai, tetapi dukungan elit PKS tidak serta merta mendulang dukungan konstituen PKS. Kalau Pemilu digelar secara jurdil, yang menentukan suara, para pemilih, bukan elit pengurus partai.
Lagi pula kalau PKS disisplin pada ideologi bahwa yang boleh jadi pemimpin itu hanya kaum lelaki, maka sulit bagi Megawati, gender wanita, mendapat dukungan riel dari PKS.
Itulah beberapa dilema Megawati terkait dengan pencapresan atau tidak, Jokowi di Pilpres 2014. Nasib Jokowi berada di tangan Megawati, peluang Megawati sebaliknya tergantung pada bagaimana ia memposisikan Jokowi. [mdr]
Oleh: Derek Manangka di inilah.com
SURABAYA - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini akhirnya buka suara terkait polemik pencalonan dirinya dalam Pilwali 2015. ...
JAKARTA - Anggota Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) dari fraksi PKB, ...
Surabaya - Meski ada wacana penolakan pencalonan Tri Rismaharini, namun DPC PDI Perjuangan Surabaya belum mengambil sikap ...
"Ketua DPR seharusnya otomatis jadi hak partai pemenang Pemilu." Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) membantah akan ...
Jakarta - Anggota Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Refrizal turut bersuara terkait pemilihan Walikota Depok, Jawa ...
Depok - Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar Nurul Arifin menyatakan siap menjadi calon Wali ...
Jember - Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Amanat Nasional Jember, Jawa Timur, Evi Lestari, masih bersemangat terjun dalam ...
Jakarta - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) rencananya akan dimulai lagi pada 2015 mendatang. Sedikitnya ada 203 Pilkada ...