JAKARTA,- Mahkamah Konstitusi kembali dituntut segera memutuskan perkara sengketa Pilkada Tangerang, agar pemimpin kota setempat segera diketahui.
"Kami meminta pada hakim MK untuk menegakkan kebenaran dan segera memutuskan perkara Pilkada Tangerang," kata seorang perwakilan Gerakan Demokrasi Kota Tangerang (Gendrang) Edi Hamdi saat aksi bersama ratusan orang di Gedung MK di Jakarta, Senin (11/11).
Pihaknya atas nama masyarakat Kota Tangerang menolak pemungutan suara ulang, sebab KPU Kota Tangerang sudah jelas menetapkan pasangan Arief R. Wismansyah-H. Sachrudin sebagai pasangan yang memperoleh suara terbanyak.
"Nyatanya MK menunda sidang dan belum memutuskan (mengeluarkan putusan sela, red). Mungkin kemarin karena ada kasus Akil Mochtar, tapi sekarang dengan Ketua MK baru Pak Hamdan Zoelva, kami minta MK segera menjalankan konstitusi," katanya.
Edi mengharapkan putusan Majelis Hakim MK dalam perkara Pilkada Kota Tangerang didasarkan pada fakta-fakta hukum yang independen dan objektif.
"Serta tanpa dipengaruhi oleh pihak lain dan memenuhi unsur keadilan bagi masyarakat yang telah menggunakan hak pilihnya," ujarnya.
Pada kesempatan sebelumnya, tuntutan putusan Pilkada Kota Tangerang juga dilakukan oleh massa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Peduli Kota Tangerang (Gempita).
Mereka meminta MK segera memutuskan perkara sengketa Pilkada Tangerang karena hingga saat ini kota tersebut tidak memiliki pemimpin definitif, sehingga menghambat pelayanan publik.
"Dengan masih terkatung-katungnya Pilkada Tangerang, maka Kota Tangerang sampai saat ini belum memiliki pemimpin definitif. Akibatnya banyak program pembangunan dan pelayanan publik tidak berjalan maksimal," kata Koordinator Gempita Lukman di depan Gedung MK Jakarta, Rabu (30/10).
Dia mengatakan bahwa para mahasiswa menyesalkan adanya gugatan yang diajukan dua pasangan calon dalam Pilkada Kota Tangerang.
Hal itu, katanya, berbau kepentingan semata dan merugikan masyarakat, karena gugatan yang diajukan bukan perihal pelanggaran yang bersifat terstruktur, masif, dan sistematis.
Dia mengatakan para mahasiswa hanya menginginkan MK segera memutuskan perkara sengketa Pilkada Tangerang, agar kota tersebut segera memiliki pemimpin definitif.
Mahasiswa juga menolak praktik-praktik gugatan tanpa landasan yang jelas, yang hanya berujung kepada penghamburan uang rakyat.
Gugatan sengketa Pilkada Kota Tangerang diawali dengan gugatan pemohon Harry Mulya Zein-Iskandar yang meyakini keikutsertaan pasangan Arif Rahman Wismansyah-Sachrudin dan pasangan Ahmad Marju Kodri-Gatot Suprijanto dalam Pilkada Kota Tangerang 2013 yang ditetapkan KPU Provinsi Banten tidak sah dan cacat hukum.
Alasannya, keikutsertaan kedua pasangan didasari putusan DKPP yang memerintahkan KPU Banten memulihkan dan mengembalikan hak konstitusional kedua pasangan untuk menjadi pasangan calon peserta pilkada setempat.
Putusan DKPP itu dinilai melampaui kewenangan karena bertindak bak badan peradilan bukan lembaga etik.
Pemohon lain, yakni pasangan Abdul Syukur-Hilmi Fuad juga menilai senada, bahwa keikutsertaan pasangan Arif Rahman Wismansyah-Sachrudin dan pasangan Ahmad Marju Kodri-Gatot Suprijanto dalam Pilkada Kota Tangerang 2013 cacat hukum.
Namun alasan Abdul Syukur-Hilmi Fuad, cacat hukum itu lantaran adanya pelanggaran dukungan minimal 15 persen partai politik dan pelanggaran persyaratan tidak diikutinya tes kesehatan oleh pasangan Ahmad Marju-Gatot Suprijanto.
Lebih lanjut kedua pemohon meyakini bahwa KPU Kota Tangerang dan KPU Provinsi Banten melakukan pelanggaran-pelanggaran dalam penyelenggaraan pilkada. Pelanggaran juga diyakini dilakukan Arif Rahman Wismansyah-Sachrudin yang merupakan pasangan petahana.
Akhirnya MK memutuskan untuk mengeluarkan putusan sela, untuk mempersilakan KPU Provinsi Banten melakukan cek kesehatan terlebih dahulu kepada salah satu pasangan calon, serta meminta KPU Provinsi Banten melakukan verifikasi ulang terhadap dua pasangan calon yang memiliki dukungan ganda. (DR)
sumber MENITS.com